Sabtu, 05 Juli 2014

Hoka no Sekai : Korekushon ga Relic no Kiseki (Dunia Lain : Kumpulan Pecahan Batu Keajaiban)

Yo minna chwaaannnn ~ ( ^o^)/

Readers : masih alay nih anak.. =="

Akhirnya jadi juga nih FanFict pertama aku sekaligus menjadi pembuka entri pertama di blog tercinta ini..
Hahaha.. XD *jingkrak-jingkrak*
Nah buat yang penasaran langsung ajah dibaca yah..

Readers : ya iyalah, emang diminum..? =="

Oke deh, Check it's out ~


Chapter 1 : Permulaan

            Terdengar suara derikan roda raksasa yang berputar dengan tenang seirama dengan porosnya. Kereta kuda itu berjalan mengitari jalan kecil di keramaian kota. Suasana di pagi itu memang agak sedikit berbeda dari biasanya, tentunya karena hari itu adalah hari minggu. Orang-orang mulai terlihat lalu lalang menjalankan aktifitasnya, tak terkecuali bagi keluarga Karasawa, mereka tampak sibuk dengan urusannya masing-masing. Hanya saja . . .

KRIIIINNNNGGGG!!!!!

Seorang remaja bermata hitam pearl dan rambut hitam acak-acakan khasnya yang sedang bermalas-malasan terjaga dari tidurnya, ia memang sangat sulit untuk bangun pagi, terlebih di hari libur. Ia lebih mengutamakan untuk bersantai di rumah. “mmhhhh.. nnggg? URUSAAAIIIII!!!”, Shin bergegas mengambil jam wekernya yang masih berdering dan melemparnya keluar melalui jendela kamarnya yang berada di lantai dua.
            
DUAAKKK!!!

“Ouchh!! My head!!”, teriak seorang penjual bakso yang sedang lewat di depan rumahnya.

            “Yare yare, pagi-pagi begini udah berisik aja”, keluhnya sambil menghela nafas panjang dan sesekali meregangkan otot-otot tubuhnya yang masih kaku. Dengan malas ia beranjak dari kasurnya untuk mengganti pakaiannya dan melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

            “Shiiiinnnnn Kaaraasaawaaa!!!”, tiba-tiba seseorang berteriak memanggil namanya dari luar jendela dengan suara yang mungkin tidak akan pernah dapat ia lupakan.

            Merasa namanya dipanggil, ia melihat keluar melalui jendela kamarnya. Seorang gadis berambut orange panjang yang tampak seumuran dengannya berdiri tepat di depan rumahnya.

            “Yuuki chan, ada apa pagi-pagi begini datnghaaanghhhh ke rumah ku?”, tanya Shin sambil menguap karena masih mengantuk.

            “Ya ampun, apa kau sudah lupa dengan janji yang kau buat sendiri? Kau memintaku untuk menemanimu pergi ke toko untuk membeli sesuatukan?”, keluh Yuuki karena ulah temannya yang satu ini.

            “Aaahhhh.. aku lupa.. tunggu sebentar ya”, Shin bergegas berganti baju dan keluar dari kamarnya.

            Tap.. tap.. tap..

            Terdengar suara langkah kakinya yang sedang menuruni anak tangga. Tampak seorang wanita berambut hitam panjang sepinggang lengkap dengan baju memasak yang dikenakannya sedang menyiapkan sarapan di dapur. Ia adalah Minami Sashihara, ibunya Shin. “Ohayou okaa-san”, sapa Shin seraya menuruni anak tangga. “Ohayou mo Shin”, balas ibunya dengan senyuman manis yang selalu terlukis di wajahnya. Ia lalu berlari ke arah meja makan dan mengambil sepotong roti yang tertera di atas meja makan. “Itthehimashh (ittekimasu)”, ucapnya sambil berlari keluar rumah dengan mulut penuh roti. “Hai hai Itterasshai”, jawab ibu yang hanya tersenyum melihat tingkah laku anaknya.

            “Kau payah sekali Shin, masa bisa lupa dengan janji yang kau buat sendiri? Haahhhh...”, keluh Yuuki sambil menghela nafas panjang.

            “Ah.. hohen hohen, ahu huha, hehehe (ah.. gomen gomen, aku lupa, hehehe)”, jawab Shin dengan sepotong roti memenuhi mulutnya.

            “Kau ngomong apa? Aku Tidak mengerti apa yang kau katakan. Sudahlah yuk kita ke tokonya sekarang”, Yuuki berkata sembari menarik Shin yang masih sibuk mengunyah roti yang memenuhi mulutnya.

            “Heehhh, hehan hehan hong (heehhh, pelan-pelan donk)”, ucap Shin dengan susah payah.

            Di tengah perjalanan ia berpapasan dengan seorang wanita tua yang ia kenali bernama Mariyana sedang berjalan santai dengan suaminya, Edward. Mereka adalah tetangga yang bersebelahan dengan rumah Shin yang merupakan keturunan dari bangsa asing. “Ohayou Gozaimasu, Mariyana-san, Edward-san”, sapa Shin dan Yuuki. “Ohayou mo, tidak biasanya kau terlihat bersemangat seperti ini Shin. Apa ada sesuatu yang menarik perhatianmu?”, tanya Mariyana. “Ettooo, ada sesuatu yang ingin ku beli di toko pagi ini, hehehe”, jawabnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Dan saking semangatnya, ia melupakan apa yang ingin ia lakukan hari ini, huft”, sambung Yuuki dengan pipi yang menggembung. “Hohohoho, semangat anak muda memang bagus, mengingatkanku ketika masih muda dulu”, sambung Edward sambil sedikit tertawa. “Ehehe, jaa, kami pergi dulu yah. Mariyana-san, Edward-san, mata ne”, ucap Shin seraya melambaikan tangan kepada pasangan yang sudah uzur itu. “Seandainya aku masih muda, hohoho”, ucap Edward mengenang ketika masa-masa mudanya dulu. Mariyana hanya tersenyum mendengar perkataan si Edward.

            Di sepanjang perjalanan Shin diam-diam terus mengingat kembali kejadian seminggu yang lalu yang terus mengganggu pikirannya hingga saat ini. Yaitu tentang seorang kakek penjaga toko yang menawarinya sebuah batu relic yang terlihat sangat tua seperti sudah berumur ratusan tahun dengan harga murah, namun pada saat itu ia menolaknya dan hari ini ia bermaksud untuk datang menemui kakek penjaga toko tersebut dan membeli batu relic yang tiba-tiba saja terus membuatnya penasaran itu.

            “Duak!!”, Yuuki memukul lengan Shin dengan tiba-tiba. “Itai yo Yuuki chan, kenapa kau memukul ku?”, tanya Shin heran. “Aku lihat kau diam saja dari tadi, apa ada yang kau pikirkan?”, tanya Yuuki. “Ah, nanti akan ku beri tahu, hehehe”, jawab Shin santai. “Haaahhhhh.. terserah kau saja deh”, Yuuki pasrah.

          Sesampainya di tempat tujuan, mereka langsung memasuki toko tersebut untuk menemui kakek penjaga toko dan menanyakan tentang batu relic yang ingin ia beli. “Sumimasen”, ucap Shin ketika memasuki toko. “Yooo.. Shin-kun, hisashiburi”, tampak seorang pria tua berdiri menyambut kedatangan Shin. “Hai, hisashiburi ne, Shouta ojii-san”, balas Shin. “Nnggg? Siapa itu? Tidak biasanya kau pergi dengan seorang gadis. Pacarmu ya?”, Shouta bertanya kepada Shin sambil menyenggol lengan Shin. “A..aanooo.. Yuuki Haruna desu. Aku temannya Shin, yoroshiku”, Yuuki sedikit gugup ketika mendengar pertanyaan dari Shouta. “Hoooo.. Soudane”, Shouta hanya mengangguk. Mata Shin memperhatikan ke sekeliling ruangan untuk mencari barang yang dimaksud. Beruntungnya hingga saat ini batu relic tersebut belum terjual. “Nee Shouta ojii-san, batu relic ini berapa harganya?”, tanyanya sambil menunjuk ke arah batu relic yang berada di dalam kotak kaca. “Hmmm, sebenarnya aku hampir membuang benda itu karena tidak ada seorangpun pelanggan yang ingin membelinya. Jika kau menginginkannya, ambillah. Aku memberikannya padamu secara gratis jika kau mau”, jawab Shouta. “Heee? Hontou ni? Arigatou ne Shouta ojii-san”, “Hahahaha.. Douitashimashite”. Shouta beranjak mengambil batu relic tersebut dan memberikannya kepada Shin. “Batu apa itu?”, tanya Yuuki penasaran ketika sekilas melihat batu yang digenggam Shin, mirip dengan batu miliknya di rumah. “Ada deehhh.. jaa, aku permisi dulu Shouta ojii-san, ada sesuatu yang harus segera ku kerjakan. Mata ne”, ucap Shin meninggalkan kakek penjaga toko tersebut sembari melambaikan tangannya. Sedangkan Yuuki hanya menggembungkan pipinya sebagai tanda tidak puas dengan rasa penasaran yang menghantuinya.

            Di sepanjang perjalanan pulang, Shin terus bercanda ria membuat Yuuki tertawa. Sesekali mereka duduk sejenak untuk beristirahat sambil menikmati es krim yang mereka beli. Pada saat itulah dua orang ibu-ibu lewat di depan mereka. “Ara..ara.. anak muda zaman sekarang”, “Kawaaiiii~”. Mendengar perkataan yang muncul dari ibu-ibu itu, Shin dan Yuuki hanya terdiam tersipu malu dengan wajah memerah. Ketika hari mulai terlihat sudah mulai sore, akhirnya mereka berniat untuk pulang ke rumah masing-masing. “N..nee Yuuki chan, terima kasih untuk hari ini karena mau menemani ku”, ucap Shin. “Ha..hai, doumo. Sebagai gantinya nanti malam traktir aku makan ya, aku tunggu di rumah ku jam 7 nanti”, jawab Yuuki dengan mata berbinar-binar. “O..oooiii.. ettooo..”, belum selesai Shin berbicara. “Mata neee...”, ucap Yuuki sambil berlari meninggalkan Shin yang masih bengong dengan perkataannya barusan. “Yare.. yare.. kebiasaan”, gerutu Shin dalam hati.

“Tadaima”, ucapnya ketika sampai dan akan memasuki rumah. “Okaerinasai Shin”, jawab ibunya yang sedang menyiapkan makan malam. Sedangkan di sudut ruangan tengah, tampak seorang wanita yang terlihat sedikit lebih tua dari Shin dengan mata hijau emerald dan berkulit putih mulus sedang membereskan rumah. Ia adalah Rie Miyazawa, kakak angkatnya Shin. Timbul niat jahil untuk mengerjai kakaknya yang sedang membereskan rumah. “Onee-chan ada benda hitam yang menggeliat-geliat tepat di bawah kakimu”, ucap Shin sambil menahan tawa. “Kyaaaaaahhhhh!!!!!!!!”, Rie menjerit dengan histeris mendengar perkataan yang muncul dari adiknya, Shin. Ia langsung mengamati semua yang ada di sekitar kakinya dan tidak mendapati apa-apa selain benda-benda yang berserakan di sekelilingnya. “SHIINNN!!! BAKAYAROOO!!!”, teriaknya dan melempar sebuah boneka teddy bearnya ke arah Shin. “Hahaha, gomen gomen”, Shin hanya tertawa cekikikan melihat kakaknya yang sedang marah padanya sembari berlari menuju kamarnya. “Huh, baka..”,  gumam kakaknya dengan wajah cemberut. Melihat tingkah laku kedua anaknya, sang ibu hanya tersenyum. Memang beginilah suasana keadaan di kediaman Karasawa, selalu ribut namun penuh dengan keceriaan.

            Ckrek . . .

            Shin mengunci pintu kamarnya dan mengeluarkan batu relic pemberian kakek penjaga toko. Ia membersihkan batu relic tersebut dengan kuas kecil untuk menyingkirkan debu-debu yang menempel. Untuk sesaat ia terdiam mengamati setiap lekukan kecil dari batu relic tersebut dan ia mendapati sebuah bacaan yang bertuliskan “Regaro de Roudregias”. Ketika ia sedang asik memperhatikan batu relic tersebut, tiba-tiba ibunya, Minami Sashihara memanggilnya dari bawah untuk makan malam. “Shin, waktunya makan malam”, “Hai, hai, chotto matte kudasai ne”, jawab Shin. Ia masih saja memperhatikan batu relic tersebut. “Haaahhh, sudahlah”, ujarnya dalam hati dan pergi meninggalkan kamarnya menuju ruang makan.

            Tampak beberapa potong sasshimi berjejer di atas piring beserta saus yang telah di siapkan di dalam mangkuk kecil. Shin dan keluarganya duduk di kursinya masing-masing dan bersiap untuk makan malam. “Ittadakimasu”, ucap mereka serentak sebelum memakan hidangan yang tertera di atas meja. “Ne Shin, kau seharian kemana?”, tanya ibunya memulai pembicaraan. “Nnnggg? Hanya pergi ke toko dan berjalan-jalan dengan teman”, jawab Shin. “Teman? Ku kira kalian memiliki hubungan khusus karena kalian tampak begitu akrab”, sambung kakaknya Shin, Rie Miyazawa. “A..a..anooo sore wa...”, wajah Shin tampak mulai memerah ketika disinggung sedikit tentang hubungannya dengan Yuuki. “Nani? Nani? Nani? Jadi kalian memang sudah memiliki hubungan lebih dari teman. Hohhooo”, Rie mendekatkan wajahnya ke wajah Shin sambil memperhatikannya wajahnya yang sedang memerah. “Aaahhhh, sudahlah. Ayo cepat makan sebelum makanannya keburu dingin”, ujar shin yang tampak mulai salah tingkah. “Haaaaaai~”, jawab mereka berdua secara bersamaan. “Mattaku”, gerutu Shin dalam hati.

            “Gochisousama deshita”, ucap Shin ketika selesai melahap makanannya. Ia beranjak meninggalkan ruang makannya dan berjalan menuju kamarnya.

            Ckrekk . . .

Ia kembali mengunci kamarnya dan melanjutkan kegiatannya yang tertunda sejenak.  Ia kembali memperhatikan batu relic tersebut dan matanya tertuju pada tulisan yang tertera pada bagian tengah batu relic tersebut. “Regaro de Roudregias”, ia melafalkan kalimat yang tertera pada batu relic tersebut, tiba-tiba saja batu relic yang di pegangnya mengeluarkan sinar yang sangat menyilaukan membuat Shin menutup kedua matanya. Sesaat merasa cahaya menyilaukan tersebut telah hilang, perlahan ia membuka matanya dan sebuah pemandangan yang sangat asing tepat berada di depan matanya. Hamparan rumput nan hijau yang sangat luas dan ditumbuhi oleh bunga-bunga indah, beserta makhluk hidup yang belum pernah ia lihat sebelumnya beterbangan di angkasa dan berlarian di rerumputan.

            “Aku. . . Ini dimana?”, gumamnya dalam hati.



To Be Continue . . .

Gimana-gimana..? XD
Bagus ga.. ? Kalo masih banyak kekurangan mohon dimaklumi saja yah, masih baru belajar, hehehe..
Jangan lupa kripik dan saran yah.. ^^

Readers : Kritik woi, kritik.. =="

Oke deh..
Sampai jumpa lagi dengan saya.. XD

Jaa Mata neee ~ ( ^o^)/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar